PERNIKAHAN Jawa merupakan budaya warisan yang
sarat makna. Karena itu, perkembangan kebudayaan Jawa merupakan keniscayaan
yang menarik diamati. Sebab, dalam paradigma masyarakat Jawa, perkawinan bukan
sebatas proses legalisasi hubungan antara laki-laki dan perempuan. Lebih dari
itu, perkawinan merupakan penyatuan dua keluarga yang didasari unsur
pelestarian tradisi. Karena itu masyarakat Jawa sering menggunakan beragam
pertimbangan, dari bibit (latar belakang keluarga yang baik), bebet (mampu
memenuhi kebutuhan rumah tangga), dan bobot (berkualitas, bermental baik,
bertanggung jawab, dan berpendidikan cukup).
Dalam setahun, misalnya, kita kerap menghadiri
undangan perkawinan teman, relasi, atau kerabat yang semua orang Jawa. Namun
hampir semua menggunakan konsep resepsi yang mencitrakan manusia modern:
standing party, yang didesain event organizer (EO). Jarang sekali ditampilkan
tradisi, baik berupa simbol maupun upacara yang dianggap sakral dari adat Jawa.
Makna Filosofis
Sebelum upacara perkawinan digelar, biasanya
didatangkan pemaes (juru rias pengantin tradisional). Tugasnya tidak sekadar
merias, tetapi juga menjelaskan beragam ritual penting dan pernak pernik
(simbol-simbol) yang mesti dipersiapkan.
Meski semua itu bukan kewajiban, bagi masyarakat Jawa
tradisi tersebut mempunyai makna filosofis dan pesan penting yang tak boleh
ditinggalkan.
Di halaman rumah calon pengantin wanita atau gedung
tempat resepsi, misalnya, biasanya dibuat gapura dengan hiasan tarub terdiri
atas berbagai tuwuhan, yaitu tanaman dan dedaunan yang punya arti simbolis.
Ambil contoh, pohon pisang yang berbuah masak
menyimbolkan suami yang menjadi kepala keluarga diharapkan mampu membawa
keluarga baru beradaptasi dengan lingkungan dengan baik, rukun, dan langgeng
hingga akhir hayat. Itu seperti gambaran pohon pisang yang tumbuh dengan baik,
rukun, dan hanya berbuah sekali.
Sepasang tebu wulung (tebu berwarna kemerahan) berarti
kemantapan pendirian dengan membina kehidupan rumah tangga sepenuh hati.
Cengkir gadhing (kelapa muda berwarna kuning) berarti
memiliki pikiran baik dan merasa sungguh-sungguh terikat dalam kehidupan
bersama yang saling mencinta.
Beragam dedaunan segar (beringin, majakara,
alangalang) merupakan simbol pengharapan supaya hidup dan tumbuh dalam keluarga
yang selamat dan sejahtera.
Semua itu bukan sekadar hiasan, melainkan memiliki
pesan penting yang mesti disampaikan kepada pengantin. Perkembangan Teknologi
Tak ayal, perkembangan teknologi menjadi salah satu penyebab persentuhan-pertukaran
budaya tradisional dan modern.
Pada titik itu, terjadilah perbandingan- pertimbangan
yang mengakibatkan perkembangan budaya praktis-pragmatis. Unsur praktis dalam
teknologi memunculkan asumsi budaya lokal sebagai budaya puritan, udik, dan
ketinggalan zaman.
Sebaliknya, budaya asing yang mengglobal lebih
berkesan modern, elegan, simpel, dan wah. Itulah yang perlu kita cermati, pahami
sebagai penanda dari iklim yang mengakibatkan pergeseran nilai dan makin rendah
apresiasi terhadap perkawinan dalam adat dan simbol Jawa. Terbukti, tak sedikit
upacara pernikahan selebritas top dari dalam dan luar negeri diekspose dengan
balutan liputan. Sebuah informasi yang secara halus mengartikulasikan
(menawarkan) produk budaya yang dirasa baru oleh masyarakat Jawa. Sementara
alam bawah sadar kita terlalu mudah menerima hegemoni.
Maka lumrah bila kita khawatir dan cemas akan terjadi
kepunahan tradisi tertentu. Sebab, sudah menjadi konsekuensi logis jika tradisi
yang makin jarang kita jumpai secara lambat-laun kelak tergusur dan hilang
tergerus arus globalisasi. Hegemoni kapitalis menutup celah kesadaran
estetik-semiotik bangsa dalam menghargai dan melestarikan tradisi (budaya
lokal) yang sarat makna.
Upacara perkawinan dalam budaya Jawa memang berkesan
ribet dan tidak efektif, baik dari efisiensi waktu maupun efektivitas
penggunaan dana. Akan tetapi, generasi penerus bangsa ini berhak tahu dan patut
mewarisi budaya yang ada. Setidaknya, generasi penerus bangsa mengerti ada
upacara tradisional dari segi filosofis dan makna atau pesan yang terkandung.
Itu tak lain adalah upacara perkawinan Jawa beserta simbol-simbolnya.
L.A
Production, sebagai Wedding Organizer di wilayah Madiun, Magetan, Ngawi dan
Ponorogo serta kota disekitarnya, berpengalaman sejak 1998. Berusaha
melestarikan budaya nenek moyang, menyiapkan segala upacara adat yang sangat
bermakna dan penuh simbol simbol religius. Mempermudah pelaksanaan acara
pernikahan yang diinginkan tanpa bayang bayang kelelahan juga keribetan dalam menghadapi dan mengurus
segala hal, sehingga biaya semakin membengkak dan keletihan terbayang saat hari
H berlangsung. Hubungi kami 085735061905, akan kami berikan solusinya, sesuai
permintaan dan budget anggaran yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar